“kamu pergi kesana sendiri ia.”
“yah...Pak Lik gak bisa nemenin aku.?”
“maaf, tapi Pak Lik masih ada pekerjaaan. Enggak apa ia.?”
“Iya udah Pak Lik, gak apa kok”
Dia pun akhirnya pergi memasuki area sekolah yang sama sekali belum ia kenal. Suasana sekolah sepi, karena semua siswa sudah memasuki kelas masing-masing. Kepalanya celingukan mencari sebuah ruangan dengan tulisan “Headmaster Room”. 5 menit ia mencari, tapi
belum juga ia temukan, apa lagi ia tidak bertemu seorang guru ataupun murid di perjalananya. Sampai akhirnya, ia melewati sebuah ruangan yang sangat ramai, dengan suara musik dan sorak sorai orang yang ada disana. Ia pun memasuki ruangan tersebut dan langsung memasuki desakan orang-orang yang berkerumun di situ. Setelah ia berhasil mendesak orang-orang disana, ia bergitu terkejut ketika melihat penampilan dancer dari siswa-siswi di sekolah tersebut. Tapi, ketika ia mengamati ternyata ini bukan penampilan dance biasa, tapi ini adalah battle of dance. Mereka sangat antusias menanggapi dance battle tersebut, banyak yang bergantian maju melawan grup dance yang sangat indah dalam melakukan gerakan dance.
“Permisi permisi, eh..loe tolong ia minggir dulu”
“O.. ia maaf”, jawabnya.
“Thanks”, jawab orang tersebut. Dia terus menerus merekam aksi dance battle dengan handycamnya. Dia mememakai seragam yang sama dengan lainnya, tapi membawa kamera dan handycam, dengan kalung nama yang bertuliskan “jurnalist SMA N 27 Jakarta”. Alfa namanya.
Alfa terus merekam battle dance tersebut tanpa meperdulikan penonton yang lain. Salah satu member dari dance tersebut memasuki dancer area dengan lagaknya yang sombong, ia menantang dancer yang lain untuk melawan dia. Dia Viko, cowok yang paling cakep di sekolah ini, paling keren, dan paling tajir. Dia cowok nakal, urakan, alias bad boy. Tak ada satu pun orang yang berani melawannya lagi, bagaimana bisa melawan orang yang paling jago ngedance di sekolah ini.
“Mana nih...? masak gak ada yang mau nglawan gua?”
Semua terdiam. “Ayo.!!! Kita battle lagi!”, tantangnya lagi.
Tidak ada jawaban, sepi, yang terdengar hanya sorak sorai penggemar Viko dan grup dancenya. Hingga akhirnya, seorang cewek maju dan memasuki dance area tersebut. Tak ada raut wajah yang menandakan kegelisahan atau pun ketakutan. Dia hanya tersenyum.
“Sapa loe..?”, tanya Viko.
“ Aku Velin, murid baru disini.”, jawab cewek tersebut. Dia tinggi, kurus, rambut panjang kepang 2, kacamata tebal, dan behel gigi.
“Loe mau nglawan gua..? Hahahahaha. Cewek dekil kayak loe mau nglawan gua? Ngimpi.”, jawab Viko dengan lagaknya. Seketika itu juga seluruh ruangan dipenuhi dengan tawa penonton yang melihat gadis tersebut.
“Aku gak ingin nglawan kok. Aku Cuma ingin ngedance aja.”, jawabnya lugu dengan senyumnya yang manis dan tampang serius.
“Ok, loe tu maumu. Jangan nyesel kalau masa-masa sekolah loe disini nanti akan memalukan”
“Ok.”, jawab Velin enteng.
Musik pun dimainkan, pertama Viko melakukan hip hop dance yang sangat keren. Dengan gerakan tubuh dan tangannnya yang lentur, dan kakinya yang tak mau kalah memperindah gerakan dancenya. Viko memutari Velin dengan raut muka yang menyindir seperti ia berkata ‘apakah bisa gadis ini melakukan dance? Mungkin dia juga Cuma bisa tari tradisional’ Tapi pikiran Viko tersebut dipatahkan dengan Velin yang melakukan gerakan dance yang amat sangat luar biasa lebih indah dari Viko. Dia melakukan hip hop dance, kemudian robotic dance, floor dance, dan berbagai gerakan dance yang memukau. Viko terpana melihatnya, Ia tak percaya, Ia terkejut, tapi ia tak mau kalah begitu saja. Viko lebih menambah level dancenya untuk melawan gadis baru tersebut. Tapi apa daya, Viko tak sanggup melawannya lagi, akhirnya kakinya terkilir karena terlalu memaksa. Melihat itu Velin segera menolongnya, tapi Viko malah menepis tangan gadis itu dan malah membentaknya. Velin pun terkejut dan ia hanya diam ketika melihat Viko pergi dibantu member dance yang lain. Velin hanya terdiam dan pergi melanjutkan pencariannya ke ruang kepala sekolah.
--------------------------------
Di kantin, Viko dan cs.nya sedang beristirahat sambil membicarakan gadis tadi.
“Gila!! Tu cewek siapa si. Anak baru! berani banget malu maluin gua kayak tadi.”, cetus Viko.
“Tu anak namanya Velinkan. Dia hebat juga ya dancenya.”, sahut Gadis, salah satu membernya
“Kok loe malah dukung dia Dis.!”
“Ya sorry Vik. Itu anak, sekelas lho ma kita”, jawab Gadis lagi
“Apa..?!!! Sumpah lo?!”
“sumpah. Beneran. Iyakan guys?”
“Yap..bener tu.”
“Sial, tu anak. Awas aja kalau berani malu-maluin gua lagi. Gua akan bikin perhitungan ma dia.”
“Eh...eh...Lihat deh beritanya.”, kata Putra, member yang lain sambil menunjuk TV yang menayangkan berita khusus dari sekolah tersebut.
Berita tersebut menayangkan pertandingan dance tadi. Lengkap dari awal dance hingga akhir. Termasuk Viko yang kalah bertarung dengan Velin. Melihat itu Viko bertambah marah dan malu. Ia segera menghampiri Velin bersama teman-teman barunya yang duduk di bangku seberang.
BRAAAK!! Viko memukulkan tangannya ke bangku Velin dan teman-temannya.
“Loe, nagapain si Vik,?!”, kata Lensi yang duduk dengan Velin.
“Diem Loe.!! Loe.. sini!!”, bentak Viko dengan menunjuk Velin.
Velin bingung, dia hanya berdiri dan mendekati Viko. “Kenapa..?”
“Loe tanya kenapa.?!! Loe tu budeg, buta, atau tolol si! Lihat tu gara-gara loe tadi malu-maluin gua di aula. Anak-anak lain pada ngetawain gua!”
“Oo...pasti gara-gara battle dance tadi ia. Ya loe akuin aja deh Vik. Loe tu mang kalah dari Velin.”, potong Resi
“Bukan urusan loe!! Urusan gua ma ni anak.!”
“Maaf..maaf. Aku tadi gak bermaksud buat malu-maluin kamu. Tadi aku cuma kangen ja sama dunia dance. Dan ngeliat kamu yang jago banget dancenya aku jadi pengen ikut battle. Maaf kalau menurutmu gitu.”
“Velin..kok loe minta maaf si. Ni bukan salah loe.” Lensi angkat bicara lagi. Tapi Velin hanya terdiam dan menaruh jari telunjuknya di bibirnya, menyuruh Lensi untuk diam.
“Uda lah. Karang gua masih gak trima. Belum ada yang berani buat gua malu kayak gini.!!”, bentak Viko lagi seraya mengangkat tangannya untuk memukul Velin.
Tapi, Alfa yang baru saja datang segera menahan genggaman tangan Viko untuk memukul Velin. “Banci loe. Beraninya mukul cewek. Kalau loe marah, marah sama sekolah. Sekolah yang bertangggung jawab atas battle itukan, sekolah juga yang bertanggung jawab atas penayangan itu tadi.”
Mendengar itu Viko segera melepaskan tangannya dari cengkraman Alfa. Ia pun menatap Velin sinis dan membalikkan badannya dan pergi.
“Huft...thanks ia.”, kata Velin pada Alfa.
“Sama-sama.”, jawabnya cuek dan segera pergi.
“Alfa.!! Loe mau kemana.? Tumben gak nimbrung dulu.”, sahut Lensi.
“Enggak. Gua males.”, jawabnya seraya pergi meninggalkan kantin.
“Dia alfa..? Biasanya sama kalian?”,tanya Velin
“Ia..Alfa biasanya sama kita. Tapi, tu anak sibuk kali sama kameranya. Tu anakkan pengen banget jadi photograper professional.”, jawab Saska.
“O...Aku samperin dia dulu ia. Bye.”
------------------------------
Alfa berada di lantai 2, berdiri disamping dinding melihat kebun sekolah yang berada di depannya. Ia membenahi posisi kameranya dan membidik objek yang ia lihat di kebun itu, seekor kelinci. Velin yang melihat Alfa menyendiri di bagian belakang lantai 2 tersebut langsung menghampirinya.
“Hai..makasih ia tadi uda nolongin”, kata Velin ramah dan berdiri di samping Alfa.
“o..Ia, sama-sama. Loe anak baru ia..?”, tanyanya
“He.eh. Kenalin aku Velin. Panggil aja aku Ve.”
“O..iya Ve.”
“Mau minum?”, katanya ramah.
Alfa yang melihat warna minuman itu orange langsung menebak kalau minuman itu adalah rasa jeruk, yang ia tidak suka. “Enggak deh. Gua gak suka jeruk”
“Ini bukan jeruk kok. Ini mangga.”, jawab Velin dengan senyum ramahnya.
“Ia. Thanks ia.”, jawabnya seraya menerima minuman dari Velin.
“He.eh sama-sama. Eh..Kayaknya hasil bidikanmu keren-keren deh. Boleh pinjem gak..? Buat lihat.?”
“Emh..gimana ia. Belum ada yang pernah pinjem kamera gua.”
“Ya kalau gitu, jadiin aku yang pertama.”
“Ia deh.. Jangan sampek jatuh ia.”
Velin mengangguk, ia segera melihat-lihat hasil bidikan Alfa d kameranya. Bagus. Indah. Sangat alami. Itulah Alfa yang sangat gemar membidik objek-objeknya secara langsung tanpa meminta ijin untuk menjadikannya objek kameranya. Karena, Velin tidak terlalu mengerti tentang kamera ia pun bertanya-tanya kepada Alfa. Alfa menjelaskannya dnegan sabar. Dengan begitu akhirnya mereka malah keenakan mengobrol. Dalam sekejap saja mereka terlihat sangat alrab. Bercanda sampai glak tawa tak terhindarkan. Namun, tiba-tiba ada orang yang menabrak Velin hingga Velin menjatuhkan kamera Alfa yang ia pegang. Dan kameranya pun tersangkut di atas genting. Seketika itu pun Alfa langsung panik dan melihat orang yang menabrak Velin tadi.
“Viko,!!”, teriak Alfa yang melihat Viko berjalan di belakang mereka dengan tampang tidak tahu apa-apa.
“Apa..?”
“Loe jatuhin kamera gua. Loe masih tanya..?!! Ambil sekarang!”
“Gak. Orang gua gak jatuhin kamera loe, yang jatuhin tuh, anak baru tuh.”
Dengan jawaban Viko yang tak mau tau dan tidak merasa bersalah Alfa pun langsung naik darah dan mulai memukul Viko. Viko yang tidak terima memukul Alfa lagi. Dan pertengkaran pun tak dapat dipungkiri. Mereka berdua terus menerus saling memukul. Mulai menonjok. Menendang, hingga membanting tubuhlawannya. Tiba-tiba, ..
“Aaaaa...!!!”, teriak seorang gadis.
Alfa dan Viko pun kaget dan mencari asal bunyi suara tersebut. Mereka semakin kaget ketika melihat Velin berkalungkan kamera milik Alfa akan jatuh dari lantai 2. Alfa yang melihat Velin hampir jatuh segera turun ke bawah untuk menolong Velin. Tapi, di tengah perjalanan menuruni tangga ia melihat Velin yang telah duduk di salah satu anak tangga.
“Velin...?”, kata Alfa lirih, memastikan bahwa yang ia lihat adalah Ve.
“O.. Alfa.”, jawab Velin dan mendekati Alfa.
“Kok. Loe bisa..?”
“Disini..? Gak jatuh..? gitukan..?”, potong Velin seraya tertawa kecil. Alfa pun hanya mengangguk sambil melihat Velin aneh.
“Aku tadi turun aja. Loncat. Cuma 3 meter aja kok. Oya.. ini kameranya. Maaf ia udah aku jatuhin.”
“E...? O. Ia gak apa.”, jawab Alfa yang masi bingung.
“O ia. Di obatin tu lukanya. And, one more thing. Itu tadi bukan jus mangga. Itu tadi jus jeruk. Enakkan..?Hehehehe”, kata Velin dengan masih tersenyum dan meninggalkan Alfa yang masih terpaku.
Alfa yang melihat Velin seperti itu masih bingung. Bagaimana bisa cewek seperti Velin loncat dari lantai 2 seperti itu. 3 meter lagi. Dan ia tambah bingung melihat Velin yang tidak merasa sakit dan masih saja menyebarkan senyumnya seperti tidak terjadi apa-apa.
----------------------------
Keesokan harinya Velin semakin karab dengan semua orang disekolah sini. Mulai dari sesama murid, guru-gurunya sampai dengan OB di sekolah itu pun ia akrab juga. Ia tidak peduli meski siswa-siswi lain mencibirnya. Baginya bergaul itu tidak memandang derajat, martabat, atau bagaimana fisiknya. Yang penting adalah sifatnya. Tak disangka sudah sebulan lebih Ve bersekolah di SMA N 27 Jakarta. Pada suatu saat di kantin..
“Sas,..besok jadikan..?”, tanya Radit
“Ia..jadi kok Dit. Tunggu aku ya besok.”, jawab Saska. Dan Radit pun meninggalkan mereka.
“Besok ada apa emangnya..?”, tanya Ve yang tak tahu menahu.
“O iya. Loe belum tahu ya Ve. Besok itu acara rutin sekolah. Pesta. Buat milih raja dan ratu tahun ini.”, jelas Lensi
“Penting ya..?”
“Ia pentinglah Ve. Ini tu menunjukkan kalau kita tu juga bisa jadi ratu disekolah ini. Kita bisa dihargai.”, jelas Lensi lagi.
“O..gitu ya. Harus ada pasangankan..? Emang pasangan kamu siapa..?”
“Ia Resilah. Diakan cowok aku. Iakan say..?”, tanya Lensi kepada Resi disampingnya. Resi langsung mengangguk dan tersenyum.
“Kamu gak minat ia Ve..?”, tanya Saska yang melihat Ve acuh.
“Enggak.”
“Kok enggak. Ini penting lho Ve.”
“Apa pentingnya.. Cuma gitu aja. Jadi ratu atau raja disekolah ini. Terus Cuma dihargai ja. Gak penting ah. Lagian tanpa jadi ratu diseklah ini kita juga udah dihargai kok.”, jelas Velin panjang lebar.
“Iya.. Lagian siapa juga yang mau jadi pasangan cewek dekil kayak loe..?!”, potong Viko yang lewat diantara mereka.
“Ada kok.”, jawab Saska tak mau kalah. “Alfa.”, sambung lagi.
Mendengar itu Alfa yang sedang minum langsung menyemburkan minumannya tak percaya. Begitu juga Velin yang sedang makan langsung tersedak.
“O..iya..? Masak..?”, tanya Viko tak percaya.
“Iya. Iyakan Ve..? Iyakan Al..?”
“Eh..eh...Ia..ia..”, jawab Velin dan Alfa terpaksa.
“OK deh kalau gitu. Kita lihat aja gimana penampilan Ve di pesta nanti, pasti kayak badut. Hahahahaha.”, ejek Viko.
“Oya...? Waw..!!!!”, potong Velin yang mulai sebal dengan Viko. Viko hanya melihatnya bingung. Ini kali pertama Velin terlihat kesal dengannya. Tapi ia tetap tak peduli.
“Lihat aja nanti. Mereka berdua akan terlihat sangat serasi. Velin akan terlihat sangat cantik. Gua bertaruh loe akan terpukau.”
“Ok.. Kita lihat besok malem.”, kata Viko dan meninggalkan mereka.
Setelah Viko pergi Ve dan Alfa langsung protes. Mereka tidak percaya teman-temnanya akan bicara seperti itu. Terutama Velin yang tak mau ikut pesta itu. Meski ia kesal tapi tetap saja ia tak tertarik untuk menghadiri pesta itu.
“Udahlah Ve. Pokoknya kamu harus ikut. Masalah permak memermak itu urusanku ma Saska. Loe tenang aja. Kita bakal sulap loe jadi super duper cantik.”, jelas Lensi percaya diri.
“Dan loe Al, loe harus terlihat sangat cakep. Masak nanti loe kalah sama gua si. Hahahaha.”, ejek Resi.
Dengan begitu Alfa dan Velin tak dapat bicara lagi. Mereka tidak bisa protes. Mereka hanya bisa menurut saja. Setelah pulang dari sekolah. Saska dan Lensi mengajak Velin pergi ke mall, mereka memilihkan gaun yang indah untuk Ve. Dari satu toko ke toko yang lain. Mereka mengelilingi seluruh mall untuk mendapatkan gaun dan segala hal yang dibutuhkan untuk pesta besok.
------------------------------
Hingga akhirnya esok pun tiba, Saska dan Ve yang tengah berada di rumah Lensi menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan pesta nanti. 18.00 WIB mereka mulai menyulap Velin dekil menjadi Velin cantik. Mereka sangat sibuk dari memermak wajahnya, memberi eyesedow, lipstik, sampai gaunnya pun mereka harus membantu untuk mengenakannya. 19.30 akhirnya mereka selesai memermak Velin. Mereka benar-benar menyulap Velin menjadi Velin yang benar-benar cantik.
“Yuk..sekarang kita berangkat.”, kata Saska.
“Berangkat sendiri...? Gak dijemput sama pasangannya ya..?”, tanya Velin polos.
“Ha...?! ya enggaklah. Ini bukan dunia sinetron yang gemerlap, ini dunia nyata Ve. Kita bisa aja berangkat sendiri tanpa sama pasangannya. Toh, yang laen uda pada disana kok.”, jelas Lensi.
Mereka pun akhirnya berangkat menaiki mobil milik Saska. Tepat pukul 20.00 mereka akhirnya tiba di tempat pesta. Lensi dan Saska memasuki dahulu ruang pesta meninggalkan Velin yang pergi ke toilet dulu. Di ruang pesta tampak sangat ramai. Seluruh siswa SMAN 27 Jakarta berkumpul ditempat ini. Mereka langsung menghampiri Resi, Radit, dan tentunya Alfa juga.
“Sayang...”, sapa Lensi manja.
“Hai..Kamu baru datang ya beb..?”, jawab Resi.
“He.eh..Ini baru datang. Maaf ia lama. Aku cantik gak..?”,
“Cantiklah. Kalu enggak kamu pasti gak aku pacarin.”
“Ih...sayang kok gitu si..”
“Hehehehe. Bercanda beb. Jangan ngambek ia. Kamu cantik kok. Selalu.”, ucap Resi memanjakan pacarnya ini.
“Eh...Velin gak jadi ikut..?”, tanya Radit.
“Ikutlah.. Al, kok loe gak cariin Ve si..?”, kata Saska.
“Enggak. Nanti tu anak juga datang sendiri.”, ucap Alfa cuek.
Di tengah asyiknya mereka berlima mengobrol, tiba-tiba.. PYAAARRR!!!! Terdengar suara barang yang pecah. Seketika itu juga semua mata tertuju pada asal suara tersebut. Seorang gadis menabrak koki yang membawa gelas ditanganya. Dan akhirnya gelas itupun jatuh dan pecah. Gadis tersebut sangat panik ia terus menerus minta maaf, tapi sang koki hanya berkata ‘tidak apa-apa’ dan membersihkan pecahan kaca tersebut dan pergi. Gadis tersebut sangat lega mendegar itu, dan ketika ia membalikkan badan...
“Wau....”, gumam Alfa lirih. Saska dan Lensi yang melihat reaksi anak-anak lain yang terpana melihat Ve termasuk Viko langsung bersalaman dan menepuk tangan mereka tanda sukses.
“Hai.. Maaf tadi aku ke toilet dulu.”, kata Velin
“O..iya Ve. Gak apa-apa kok.”, jawab mereka kecuali Alfa yang masih terpana melihat penampilan Velin. Melihat itu Velin bingung dengan Alfa, dia berfikir ‘apa ada yang salah ya sama aku.’ Resi yang berada di dekat Alfa langsung menepuk bahu Alfa dan menyadarkannya dari lamunannya.
“Eh... o ia..ia. Aku ambilin minum.”, kata Alfa linglung.
Mendengar jawaban Alfa itu semua anakpun tertawa. Alfa yang bingung hanya tersenyum-senyum saja tak jelas. 20.30 acara pun dimulai, acara dipimpin oleh Bapak Hadi, guru mereka. Etelah sambutan yang diberikan oleh wakil kepala sekolah dan ketua OSIS, siswa-siswi yang datang dipersilahkan untuk melanjutkan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang berdansa, nyanyi-nyanyi, mengobrol, bermain di dekat kolam, dan memakan hidangan yang telah disediakan. Resi dan Lensi memilih untuk berdansa dengan yang lainnya. Saska dan Radit memilih untuk mencicipi makanan sambil bercanda. Velin dan Alfa memilih untuk mengobrol disamping kolam.
“Ini.”, kata Alfa yang menyerahkan kue dari dalam ruangan kepada Velin.
“O..iya. Makasih.”, jawab Velin dan menerima kue itu.
“Kamu jadi kelihatan beda banget.”
“Ia. Ini hasil karya Lensi sama Saska. Mereka jago banget dalam merias cewek dekil kayak aku.”
“Tapikan karang jadi gak dekilkan.”
“Ia sekarang. Besok juga kembali lagi jadi dekil. Atau ada kemajuan dikit. cuma dikiit banget. Hehehehe”
“Ia, kalau gitu gak usah diubah.”
“Enggak ah. Ini bukan diri aku. Aku terlihat berubah di outsidenya. Tapi insidekan tetep aja. Ia gak..?”
“Ia si.”, jawab Alfa kagum dengan jawaban gadis pindahan Blitar ini.
Suasana pun hening untuk sesaat waktu. Alfa yang terpana dengan jawaban bijak Ve terus mengamatinya dan memandangnya lekat. Tiba-tiba ada yang memanggil Velin.
“Ve,... Ada dance battle nih.”
Velin yang mendengar itu langsung memasuki ruangan, tapi ia terhenti dan teringat Alfa yang tertinggal.
“Sory,..aku lupa. Ayo masuk”, katanya sambil menarik tangan Alfa memasuki ruangan.
Di dalam ruang semua anak sudah ramai mengerumuni dancernya. Lagi-lagi Viko dan grupnya yang tampil. Kali ini Velin malas mencari masalah dengan Viko hanya diam dan melihat mereka saja. Sesekali tubuhnya bergerak-gerak mengikuti irama musik. Tak ada hasrat baginya untuk mengikuti battle itu. Karena ada Viko. Tapi, tanpa diduga, Viko yang memakai jas crem yang gagah menarik tangannya dan langsung mengajaknya dance. ‘Kalau begini lain ceritanya’ gumam Velin dan langsung menerima tantangan battle itu.
Kali ini mereka dance dengan kompak. Entah bagaimana mereka bisa dengan kompak melakukan gerakan yang sama persis. Dan tak ada kesalahan satu gerakan pun. Kemudian dilanjutkan dengan battle dance antara Viko dan Velin. Meski Velin menggunakan gaun, ia tetap saja bisa melakukan gerakan dance dengan lincahnya. Semua orang yang berada disitu mulai berteriak-teriak meneriakan nama jagoan mereka. Tentu banyak yang meneriakkan nama Viko, tapi Velin tak peduli dengan itu. Mereka berdua tetap saja melakukan battle dance. Kali ini Viko tak mau kalah lagi dengan Velin. Ia terus menambah level gerakannya. Tapi tetap saja. Ia akhirnya kalah. Setelah itu semua orang akhirnya bubar. Dan Velin yang kelelahan pergi untuk mengambil minum.
“Hei...”, sapa Viko yang menghampirinya.
“Hai juga”, jawab Velin senyum.
“Selamat ia. Loe ternyata memang hebat ngedance. Meski loe pakek gaun tapi tetep saja bisa ngalahin gua.”, kata Viko yang tiba-tiba ramah.
“Hehehehe. Makasih.”
Suasana hening sesaat, Viko melirik ke kedua temannya yang berada disampingnya. Membisikkan sesuatu ditelinga mereka. Kedua temannya pun mengangguk paham. Kemudian kedua temannya berpindah tempat ke sebelah kiri dan kanan Velin. Velin yang merasa aneh kemudian bertanya, “Ada pa ni..?”
“Gini Ve. Sebagai ucapan selamat kita. Kita punya surprice buat loe. Ok.. Siap...? Sekarang!!!”, kata Viko memberi tanda kepada temannya untuk melakukan apa yang ia perintahkan tadi.
Kedua temannya pun langsung menggendong Velin dengan paksa tak mempedulikan Velin yang berteriak-teriak. Tentu saja seluruh orang melihat kelakuan mereka. Velin langsung dibawa ke kolam. Dan langsung melemparkannya ke kolam.
“Apa-apan ni....?”, tanya Lensi yang melihat kejadian itu.
“Menurut loe apa..? Ya seneng-senenglah. Hahahaha”, jawab Viko enteng dan menepuk tanganya dengan tangan kedua temannya tadi.
“Gila loe.!! Velin itu gak bisa renang..!!”, teriak Saska.
“Apaa..?!!!!!”,
Seketika itu juga Alfa yang mendengar itu langsung menyeburkan dirinya ke kolam, berenang dan langsung menangkap tubuh Velin yang mulai tenggelam. Ia langsung membawa Velin ke tepi. Di tepi Velin masih saja tidak sadar. Ia tampak pucat. Mereka semua pun mulai panik.
“Gimana ni...?”, tanya Lensi panik.
“Kasih nafas buatan aja Al.!!”, suruh Saska yang lebih panik.
“Ha...? Enggak.”, jawab Alfa ragu.
“Udahlah Al. Cepet kasih nafas buatan daripada tu anak napa-napa lho.”, sahut Radit.
“Ia Al. Buruan beri nafas buatan!!”, kata Lensi lagi.
Alfa meneguk ludahnya berkali-kali. Ia merasa sangat bingung. “Masak gua harus cium Velin. Enggak ah, pasti ada cara lain. Tapi, kalau aku gak beri dia nafas buatan nanti Velin napa-napa lagi.” Gumamnya. Teman-temannya masih saja mendorong Alfa untuk memberi Velin nafas buatan. Alfa masih bingung. Cium enggak ya..?. Cium, enggak, cium, enggak, cium, enggak, cium.! Ia, Alfa harus mencium Velin untuk memberi nafas buatannya. Alfa mendekatkan bibirnya dengan bibir Velin pelan-pelan, 30 cm, 20cm, 15 cm,....13cm, 10 cm,...Alfa memandang Velin lekat, jantungnya berdegup cepat, ia meneguk ludahnya lagi, hingga akhirnya 3 cm, Alfa menutup matanya dan akan memulai untuk mencium Velin. Tapi,...uhuk..uhuk..uhuk... Velin terbangun. Alfa yang melihat Velin terbangun langsung menjauhkan dirinya. Saska dan lensi langsung menindih tempat Alfa dan langsung menenangkan Velin, memberi dia handuk untuk menghangat diri, dan kemudian menuntun Velin utnuk pergi. Lewat di depan Viko, Velin meliriknya kecewa, Saska memelototinya dan menuntun Velin menjauhinya.
“Gua aja yang anterin Velin pulang.”, tawar Alfa.
“Ia deh.. Mobil gua nanti juga penuh buat nganterin Lensi, Radit, sama Resi pulang.”, jawab Saska.
“Ia Al. Tolong jaga Ve baek-baek.”, lanjut Saska.
Alfa mengangguk. Ia langsung menuntun Velin yang lemas ke motornya.
“Loe pegangan erat-erat ia.”, kata Alfa lembut.
Velin hanya mengangguk dan memeluk Alfa lemah. Alfa yang tak tega menarik tangan Velin yang satu untuk lebih erat memeluknya. Velin hanya menurut dan memeluk Alfa seerat yang ia bisa. Sampai di depan rumah Velin Pak Lik dn Bu liknya sudah menunggunya. Mereka berdua kaget ketika melihat keadaan velin seperti itu. Mereka bertanya-tanya spa yang telah terjadi. Kemudian Alfa menjelaskannya, lalu Bu Liknya membawa Velin ke dalam, sebelum itu,..”Makasih ya Al.”, kata Velin lemas.
“Ia Ve. Sama-sama. Keep your self ia.”, katanya lembut. Kemudian Alfa pun pergi meninggalkan rumah Velin.
-----------------------------------------------------
Sudah 3 hari Velin tidak masuk sekolah karena sakit. Sakitnya tentu saja karena dilempar ke kolam itu. Ke 4 temannya bingung dengan ini, mereka tidak tahu sebenarnya Velin sakit apa. Mereka belum menjenguk, mereka hanya menerima pesan singkat dari Ve, katanya ia hanya demam biasa. Tapi, mereka tidak percaya.
“Masak demam biasa bisa 3 hari gak masuk si.?”, kata Resi.
“Ia itu yang Ve bilang ke Gua.”, jawab Lensi yang menerima SMS dari Ve kemarin.
“Gimana kalau untuk mastiinnya kita jenguk dia.?”, tanya Resi kepada teman-temannya.
“Ia. Gua setuju.”, jawab Saska.
“Ok. Kalau gitu kita kesana sore-sorean aja ia. Loe gimana Al? Iku gak?”,
“Ia. Gua ikut.”, jawab Alfa singkat.
Mereka berempat pun meninggalkan tempat itu. Saska ditinggal oleh teman-temannya karena ia lelet membersihkan buku-bukunya. Tiba-tiba Viko datang.
“Mau apa loe?”, tanya Saska cuek.
“Gua mau tanya ke loe.”, jawab Viko ragu.
“Napa loe..? Napa loe jadi takut gitu.? O..loe ngrasa salah ia karena Ve udah sakit karena loe. Baguslah kalau gitu. Akhirnya hati loe ke buka juga.”
“Gua ngaku gua salah. Gua emang keterlaluan. Gua minta maaf.”
“Gak perlu loe minta maaf ke gua. Tapi ke Velin sendiri.”
“Ia. Karena itu. Gua boleh minta lamat rumahnya Ve?”, tanya Viko sedikit takut.
Saska mengamati Viko sejenak, ia bingung dengan sifat Viko yang seperti ini. “Buat apa?”
“Gua pengen jenguk dia. Sekalian minta maaf langsung kayak yang loe bilang. Gua janji gua gak akan macam-macam di rumahnya. Gua khilaf Sas. Gua bener-bener pengen jenguk dia. Gua ngarasa salah ke dia.”, jelas Alfa pelan.
------------------------------------------
Sore harinya mereka berempat pergi ke rumah Ve seperti yang direncanakan tadi. Tiba di rumah Ve mereka disambut ramah oleh paman dan bibinya ini. Paman dan bibinya langsung mempersilahkan mereka masuk ke kamar Ve. Saat mereka membuka pintu kamar Ve.
“Ve...?!! Viko..?!!!!”, teriak mereka tak percaya melihat Viko sudah berada di dalam kamar Ve.
“Hai..”, sapa Ve dan Viko ramah.
“Kok loe ada disini?”, tanya Resi ke Viko.
“Ia. Gua pengen jenguk Ve. Saska yang beri alamat rumah Ve ke Gua.”
“Saska.....!!”, kata Lensi memelototi Saska.
“Kenapa? Gak salahkan gua kasi. Toh dia kesini buat jenguk Ve kok, sama kayak kita.”
“Ia guys. Viko Cuma mau jenguk aku kok.”, kata Ve memperjelas.
“Kayaknya kita ganggu disini.”, kata Alfa tiba-tiba.
“O..enggak kok. Viko udah selesai nyuapin gua. Ayo masuk semua.”
Akhirnya mereka semua pun masuk ke kamar Ve. Mereka menanyakan keadaan Ve sekarang Menanyakan sakit apa yang dideritanya. Dan bagaimana sikap Viko dari tadi disini. Velin menjelaskannya sabar, seperti biasa, Velin menambahakan beberapa guaraun disekitarnya, hingga membuat mereka semua tertawa, kecuali Alfa yang cuek dan melihat aneh ke Viko.
------------------------------------
Sejak saat itu Viko semakin dekat dengan yang lainnya, Saska, Lensi, Resi, Alfa, dan Velin. Keadaan sekarang telah berubah, begitu juga dengan sikap Viko pun berubah, ia menjadi baik, ramah,dan sangat berbeda dengan Viko yang dulu. Alfa juga berubah. Pertama ia tidak bisa menerima kehadiran Viko dikelompoknya, tapi ia berusaha menghapus perasaan itu dan akhirnya ia bisa menerima Viko hadir di kelompoknya. Dan Velin pun juga berubah. Dari segi fisik, penampilannya berubah, kini ia tidak menguncir rambutnya, atau bahkan mengepangnya. Kini ia hanya menguraikan rambutnya, melepas behel giginya, dan sekarang cara berpakaiannya juga lebih modern.
Suatu hari mereka berenam sedang mengambil liburan mereka untuk pergi ke sebuah vila milik Viko. Disana mereka disambut ramah oleh pembantu-pembantu Viko. Hari pertama mereka memilih untuk beristirahat dulu di vila. Malam harinya merka menyalakan api unggun di halaman belakang. Mereka menyanyi-nyanyi seperti vila ini hanya milik mereka berenam. Seperti 3 pasangan yang sedang menikmati malam mereka, Lensi duduk di sebelah Resi, Saska duduk disebelah Alfa, dan Viko duduk disebelah Velin. Mereka semuanya terlihat cocok.
“Vik, besok kita jadikan menjelajahi sungai dengan perahu loe?”, tanya Lensi
“Bukan perahu gua. Perahu pinjaman. Ia, kita jadi kok.”
“Asyik!!!! Setelah itu bisa maen di sungai deh.”
Keesokkan harinya mereka telah siap di atas perahu. Nahkodanya adalah orang asli dari daerah sini. Yang tahu persis tentang arah sungai ini mengalir. Seperti biasanya Lensi dan Resi sedang berduaan di salah satu serambi kapal. Saska sedang berbincang-bincang dengan Viko. Alfa sedang melatih cara membidik kameranya. Melihat-lihat pemandangan hutan diluar sana. Dan memilih objek yang indah. Lalu, membidiknya.
“Indah ya..”, kata Velin menghampiri Alfa.
“Iya..indah banget.”, jawab Alfa.
“Eh..lihat tu ada kijang. Buruan foto.”
“Ia..ia.. Ini lagi cari angle yang bagus.”
“Ve.. Bantuin gua bawa minuman ini dong.”, kata Saska.
“Ia.. aku ke sana. Bentar ia Al. I will back.”, kata Velin dengan senyum manisnya.
Velin membawa minuman yang sangat banyak. Hingga ia tak bisa melihat jalan didepannya. Tiba-tiba ia terpeleset dan hampir terjatuh dari kapal.
“Ve.. awas!!” Alfa langsung menangkap ujung jari Velin dengan cekatan. Lama mereka saling bertatapan mata dalam hening. Tapi akhirnya tatapan mata itu pun pudar ketika Velin akhirnya jatuh kerena Alfa tak bisa menarik ujung jari Velin yang basah. Teman-temannya yang lain pun panik. Tanpa diperintah Viko langsung menceburkan dirinya ke sungai. Tak peduli seberapa deras arus sungai itu saat ini. Viko langsung memeluk tubuh Velin yang sudah lemas dan membawanya naik ke parahu lagi.Velin belum sadar. Mereka semua tambah panik. Tanpa diperintah lagi. Viko langusng memberi nafas buatan ke Velin. Menekan perutnya agar memuntahan air yang ia minum. Tapi belum ada hasilnya. Akhirnya Viko memberi nafas buatan lagi kepadanya. Berkali-kali. Terus menerus menciumnya untuk memberi nafas buatan. Hingga akhirnya Velin terbatuk-batuk dan mengeluarkan air dari tubuhnya. Tapi, Velin belum sadarkan diri. Mereka panik. Akhirnya nahkoda kapal pun mengambil keputusan untuk membawa Velin ke vila untuk beristirahat.
-------------------------------------
“Loe istirahat ja Al.”, kata Saska kepada Alfa yang menunggui Velin dari tadi.
“Enggak. Makasih.”
“Udahlah. Loe istiraht aja. Biar gua yang nungguin Ve.”
“Makasih Sas. Tapi, kali ini gua yang salah. Gua harus nungguin dia sampai sadar.”
“OK deh kalau itu mau loe. Ini. Gua bawain loe selimut sama minum.”
“Thanks Sas. Makasih selama ini loe udah baek ke gua.”
“Ia Al. Sama-sama.”, kata Saska kemudian meninggalkan Alfa.
Alfa duduk disamping tubuh Velin yang terkulai lemas belum sadar. Alfa merasa dirinya bodoh tidak bisa menarik Velin tadi.
“Ini semua salah gua.”
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam.Tapi, Velin belum juga bangun. Lama Alfa menunggu Velin terbangun dari tidurnya. Tapi, mata Alfa tak kuat lagi menahan. Akhirnya Alfa pun tertidur. Pukul 3 pagi.
“Alfa....”, kata Velin lirih. Tapi, Alfa tidak juga bangun. Velin hanya tersenyum melihatnya dan membelai rambut Alfa lembut.
---------------------------------
Pagi harinya, Velin sudah sadar dan disambut oleh teman-temannya bahagia. Pukul 8 pagi mereka memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan
“Loe tau gak Ve.? Kemarin loe dicium lho sama Viko.”, kata Lensi menggoda.
“Apa..? Dicium..?”, tanya Velin tak mengerti dan melirik Viko di kursi kemudi.
“Ia Ve. Kemarin loe dicium sama Viko. Berkali-kali Ve. Gak Cuma satu kali ja.”, tambah Resi.
“ Viko..!!?”, kata Velin memelototi Viko.
“Ya gimana lagi coba. Gua kan niatnya baek, beri loe nafas buatan. Jadi ya gua cium deh.”, jelas Viko melihat Velin yang duduk di sebelahnya.
“O..beri nafas buatan ia. Enak ya beri nafas buatan. Cium-cium orang seenaknya.”, jawab Velin sambil mencubiti tubuh Viko.
“Eh..eh.. Sakit tau. Tapikan gara-gara gua cium loe, loe juga slamatkan. Atau..loe mau lagi ya gua cium? Sini..sini sayang.. Abang cium eneng lagi.”, goda Viko sambil mendekati wajah Velin untuk menciumnya.
“Ih....ogah. Ogah.!!”, jawab Velin seraya menjauhkan muka Viko dari mukanya.
------------------------------------
Suatu malam, Lensi, Saska, Resi, Alfa, Velin, dan Viko berjalan-jalan di tengah keramaian ibu kota. Disana mereka melakukan segala sesuatu yang mereka inginkan mulai dari makan di warung, beli jagung manis, sampai mengerjain sepasang kekasih yang inghin berciuman, dengan melihat mereka berlima, kedua kekasih itu merasa malu dan langsung pergi mengurngkan niat mereka untuk berciuman. Mereka pun akhirnya berhenti di tengah kerumunan dancer-dancer.
“Ikut yuk Vik.!”, ajak Velin manja.
“Enggak ah. Dance ditengah keramaian gini. Engak mau gua.”, tolak Viko.
“Enggak. Pokoknya harus mau.!! Ayo.!”, Velin langsung menarik tangan Viko meninggalkan teman-temannya yang lain.
“Nanti aku kembali kok. Kalian tinggal aja gak apa deh.”, teriak Velin ke teman-temannya.
“Velin makin deket aja ya sama Viko.”, kata Saska.
“Ia.. Cocok tu anak. Udah hobinya sama, sifatnya sama, Huruf depan namanya sama, sama-sama dancer juga.”, tambah Resi.
“Ia..ya. Jodoh kali.”, sahut Lensi.
Mendengar perkataan teman-temannya Alfa tercengang, bingung. Mereka berempat pun jalan-jalan menyusuri monas. Hingga mereka bertemu lagi dengan viko.
“Mana Ve?”, tanya Alfa.
“Lho..gua gak tau. Katanya tu anak mau nyamperin kalian.”, jawab Viko
“Lho..gimana si. Kita kita gak ketemu sama dia.”, jawab Alfa lagi.
“Hai..!!!!”, sapa seseorang di arah kerumunan banyak orang.
“Itu Ve.”, kata Lensi.
“Aku cariin kalian kemana mana eh...ternyata pada disini.”
“Kita juga pada nyariin loe Ve. Eh..sapa ni?”, tanya Viko yang melihat Ve menggandeng beberapa orang teman.
“Oya..Ini kenalin. Teman aku dance di Blitar. Ini Roni, Dede, Yusa, Danang, dan Reny.”
“O. Kenalin gua Resi.”
“Gua Lensi.”
“Gua Saska”
“Gua Alfa”
“Gua Viko.”
Mereka semua pun akhirnya berkenalan. Mereka berbincang-bincang dan berjalan-jalan bersama. Diperjalanan Viko terlihat mendekati Reny, enatah kenapa dia terlihat dekat dengan Reny begitu cepatnya. Terkadang velin mengganggu mereka berdua dengan mendesak ditengah mereka berdua. Viko yang merasa terganggu menjauhkan Velin darinya, Namun Velin tetap berusaha menggangu meraka berdua. Jam menjunjukkan pukul 10 malam. Mereka akhirnya berpisah dan pulang.
-------------------------------------
Keesokkan harinya Viko semakin terlihat dekat dengan Velin. Di kantin seperti biasa mereka berenam memesan makan disana untuk mengisi tenaga. Tapi, tiba-tiba Viko menarik tangan Velin menjauhi yang lain. Menarik Velin di ujung kantin. Alfa terus menerus mengamati kelakuan meraka berdua. ‘Apa yang dilakuin Viko ia. Kok tu anak ngajak Velin di pojok kantin si. Lho..!!Lho..!!! Tu anak..’, Alfa tercengang melihat Viko yang mendekatkan wajahnya ke wajah Velin. Seperti.. ‘Viko cium Velin lagi.!!’, teriaknya dalam hati.
“Gimana rasanya..? Enakkan..?”, tanya Viko kepada Velin yang kembali ke bangku kantin tempat teman-temannya sedang makan.
“Manis kok.”, jawab Velin tersipu.
Alfa yang semakin curiga memberanikan dirinya untuk bertanya, “Apanya yang manis..?”
“Ada deh.”, jawab Velin sambil menjulurkan lidahnya.
“Al, Loe dipanggil tu sama bu Suji.”, kata Sofi yang berada didekat Alfa.
“Pasti jurnalis lagi ia.?”, tanya Alfa.
Sofi mengangguk. Kemudian Alfa pun langsung meninggalkan teman-temnnnya sambil terus melihat ke arah Velin dan Viko bingung.
“Alfa sibuk banget ia di jurnalis,!”, kata Velin
“He.eh, tu anakkan ketua jurnalis, jadi ya sibuk banget. Harus ngatur ini, itu, ini, itu..Terus-terusan gitu.”, jelas Resi.
“Tapi, kayaknya dia pantes jadi photografer aja deh. Bukan ngurus-ngurus gitu.”
“Siip. Gua setuju Ve, Tapi, tu anak tetep aja ngeyel. Kita-kita ni uda bilangin dari loe belum ada disini. Kalau tu anak pantesnya jadi photografer jurnalis ja. Bukan ketua.”, sahut Lensi.
“Tapi tetep aja. Dia Cuma bilang...” “WHAT EVER.!!”, kata Resi, Lensi, dan Saska kompak.
10 menit mereka menghabiskan makanan mereka. Setelah itu mereka semua pun siap-siap akan pulang. Ketika akan meninggalkan kantin, Ve melihat sebuah buku di meja tempat ia makan lagi.
“Buku sapa ni..?”, tanyanya pada teman-temannya.
“Eh..itu bukunya Alfa. Fisika.!”, jawab Viko.
“Besokkan ada ulangan Fisika. Kasihan banget kalau ni buku gak nyampek ke dia hari ini.”, sahut Saska.
“Ya udah kembaliin aja.”, kata Velin kemudian.
“Gua gak bisa. Habis ini gua ada acara sama Lensi ma Saska.”, jawab Resi
“Gua gak bisa. Ada latihan dance.”, kata Viko.
“Masak harus aku..?”, tanya Velin ke teman-temannya. Lalu, teman-temannya hanya mengangguk dan langsung pergi meninggalkan Velin yang bengong.
---------------------------------------
Malam harinya Velin pergi ke rumah Alfa untuk mengembalikan buku fisikanya. Tiba di sana, ia disambut baik oleh mama Alfa. Dia cantik meski usianya sudah 35 tahun. Ternyata orang yang dicarinya tidak ada dirumah. Mama Alfa mempersilahkan Ve untuk masuk. Lalu, beliau meninggalkan Velin sendiri di ruang tamu, karena ia masih sibuk membuat kue. Velin yang sangat tidak suka disuruh menunggu lalu menghampiri mama Alfa di dapur.
“Buat apa Tante?”, tanya Velin
“O.. ini Ve. Tante lagi buat kue. Maaf ya Tante malah ninggalin kamu.”
“Gak apa kok Tan. Ve ikut bantu ya..?”
“Emang kamu bisa..?”
“Enggak. Tapi, aku yakin Tante pasti bantu aku. Hehehehe”
“PD. Ia udah, ini kamu aduk adonannya itu ya. Pake sarung tangan plastik.”
“Ia tante.”
Velin pun akhirnya membantu mama Alfa untuk membuat kue. Dalam sekejap mereka sudah terlihat sangat akrab. Seperti anak dan ibunya. Velin tidak sungkan jika menggoda beliau untuk sekedar bergurau. Mama Alfa yang ternyata juga asyik di ajak bercanda malah membalas Velin dengan gurauannya yang lebih lucu. 30 menit mereka membuat kue, tapi Alfa yang dari tadi ditunggu belum pulang juga.
“Sebenarnya Ve kesini buat ngembaliin bukunya Alfa Tante.”m kata Ve yang berada di ruang tengah sekarang.
“Ia uda, dari pada kamu lama nungguin Alfa kamu masuk aja ke kamarnya. Taruh bukunya disitu aja.”, jawab mama Alfa yang masih membersihkan dapur.
Kemudian Velin masuk ke dalam kamar Alfa. Ia meletakkan buku fisikanya di meja belajar Alfa. Ketika ia kan keluar dari kamar, ia melihat sebuah buku yang unik. Karena, didorong oleh hati penasarannya, ia duduk dan mengambil buku itu. Ia meraba sampul buku yang lucu. Terbuat dari kertas tebal dengan hiasan karang dan mainan bintang laut yang lucu. ‘pasti Alfa buat buku ini sendiri’ gumamnya. Kemudian ia membuka halaman buku itu. Ia begitu terkejut ketika melihat foto-fotonya tertempel dibuku itu. ‘lho...?!!Foto aku. Kok ada disini..? Banyaklagi.!’ Teriaknya dalam hati. Velin terus membuka halaman buku itu satu persatu. Pertama ia bingung, tapi akhirnya sebuah senyum manis tersimpul di bibirnya. Ia membaca semua tulisan dan mengamati fotonya di dalam buku itu
-----------------------------------------------------
Hari pertama aku bertemu dia, aku tahu ada sesuatu yang berbeda dari dirinya
Sesuatu yang misterius, membuatku ingin mngenalnya lebih dalam
Setiap saat aku melihatnya, setiap saat itu juga hatiku berdegup kencang
Dia lucu, seperti biasanya, “dancer imut yang dekil”
Tahukah kau aku berbohong padamu? Tentang perasaanku ?
Di pesta dansa itu, kau bagai cahaya dalam gelap yang menerangi hatiku
Aku begitu tercengang ketika melihat dia seperti bidadari yang turun dari kahyangan
Menolongmu dari kolam, aku membawamu ke tepi kolam
Saat pertama kalinya wajahku begitu dekat denganmu, ketika aku akan menciummu
Untuk nafas buatan, tapi kau langsung sadar membuatku tak jadi mengecupmu
Melihatmu sedang berdua dengannya di kamarmu, dan menyuapimu begitu mesra
Kau tahu aku sakit, melihatmu berdua dengan orang lain
Berusaha menghapus rasa negatif tentangnya dan tentangmu
Berpegangan tangan untuk pertama kalinya, menggenggam ujung jarimu yang basah
Menatap matamu lekat, membuat hatiku berdegup semakin kencang
Melihatmu dicium oleh orang lain, hatiku sangat hancur, perih
Melihatmu terbaring lemas, membuatku sedih, merasa bersalah karena tak bisa menarikmu
Aku takut, aku bodoh, tak mampu memberitahumu bahwa
Aku mencintaimu
Velin menutup buku itu dengan senyum tersimpul di bibirnya. Kemudian ia keluar dari kamar Alfa. Di ruang tengah mama Alfa sudah menunggunya. Velin langsung pamit kepada beliau dan langsung melangkahkan kakinya pergi. Di depan pintu...
“Velin..”, kata Alfa
“Hai Al.”, sapa Velin lembut dengan senyum yang masih menghiasai bibirnya. “Makasi ya.”, katanya kemudian, lalu pergi.
Alfa melihat Velin pergi dari rumahnya dengan tatapan bingung ‘makasih untuk apa?’, kemudian ia memasuki rumahnya bertemu dengan mamanya, Alfa menyakan kenapa Velin ke sini. Mamanya menjawab bahwa Velin mengembalikan bukunya yang ketinggalan. Kemudian Alfa memasuki kamarnya. Ia kaget, ketika melihat buku pribadinya yang berisi foto-foto orang yang dikaguminya berada diatas meja, padahal ia menyelipkannya diantara buku-buku lainnya. Ia membuka satu persatu halaman bukunya itu. Ia tersenyum melihat wajah cantik orang yang dikaguminya. Tapi, ia merasa aneh ketika melihat tulisan dihalaman terakhir “ungkapkan kebenaran padanya” :)
-------------------------------------
Keesokkan harinya, Resi, Lensi, Saska, Velin, Viko, dan Alfa sudah berada disekolah. Mereka berbincang dan sedikit mengulas pelajaran untuk bahan ulangan fisika nanti.
“Res,.. nanti bagi ya contekannya”, goda Saska yang melihat Resi menulis contekan.
“Enak banget loe. Sini ja sulit nulisnya.”
“Ia pokoknya contekin, kalau enggak ia aku ambil kertas ujian kamu. Hehehe”
“Ia..ia... Tapi, nanti contekan ya.” “siiipp deh”
“Eh.. Ve. Malam ini pengumumannya lho.”, kata Viko tiba-tiba
“Pengumunan apa?”, tanya Alfa penaaran
“Pengumuman dance competion. Ve kan ikut dance competion buat ngambil member baru di grup kakak gua. Kalian tahukan?”, jelas Viko
“O..iya..iya. Baru inget. Nanti malem..? Dimana pengumunannya?”
“Di tempat biasa. Tapi, ini nanti diadu lagi yang masuk 10 besar. Jadi, loe nanti harus kesana Ve.”
“Ia..ia. Aku kesana kok. Kita bareng-bareng ya kesana.. Biar rame.”, ajak Velin
“OK..!!!!”
Teng..teng...teng. Bel sekolah berbunyi, tanda masuk bagi seluruh siswa siswi.
-------------------------------------------
Malam harinya, meraka semua sudah stand by di tempat yang sudah dijanjikan. Mereka menyemangati Velin yang sedang menunjukkan kemampuannya. Lama ia melakukan dancenya, hingga akhirnya ia turun dari panggung mencari teman-temannya. Tapi, yang ia temui hanya Alfa.
“Yang laen kemana Al?”, tanya Velin menghampiri Alfa yang sedang memfoto
“Pada pergi. Resi sama Lensi masih beli minum ditemeni sama Saska.”
“Viko..?”
“Gak tau gua.”, jawabnya singkat.” Loe udah selesai?”, sambungnya
“Uda kok. Ini tinggal nunggu perform dari dancer laen. Trus, nunggu pengumuman deh.”
“Semoga berhasil ya.”
“He.eh. Makasih. Eh.. duduk disana yuk.”, kata Velin sambil menunjuk sebuah taman di dekat situ.
Mereka berdua pun pergi ketaman yang ditunjuk. Lalu memilih untuk duduk di rumput yang segar. Alfa hanya mengamati Velin yang melihat bintang-bintang yang indah bersinar terang. Terbayang kata-kata di buku pribadinya itu. “ungkapkan kebenaran padanya”, ‘siapa yang nulis ya..? Trus pa maksudnya..? Kebenaran apa..? trus napa di tulis di buku itu? Berartikan ada kaitannya dengan buku itu. Tapi, kebenaran apa..? ungkapin apa?’
“Alfa.!!!”, teriak Velin di telinga Alfa membangunkannya dari lamunannya.
“Kamu kok bengong si..? Bengongin pa hayo..?”
“Bukan apa-apa kok Ve.” Jawab Alfa sedikit malu.
“Hehehehe.” “Kok loe ketawa..?”, tanya Alfa melihat Ve tiba-tiba ketawa.
“Tu, liat deh. Lucu cowok itu. Dia udah boong sama cewek yang ia suka.”, kata Ve menunjuk salah seorang pengunjung di taman itu.
“Bohong..? Bohong apa..?”
“Ya bohong tentang perasaanyalah. Lihat, tu cowok bawa bunga mawar, dari tadi ia terus-terusan buntutin tu cewek. Dari cara ngeliatnya, buntutinnya, tingkah lakunya. Keliatan banget kalau tu cowok suka sama cewek itu, tapi gak berani ungkapin. Beraninya Cuma kagumin dari belakang aja. Dia gak ungkapin kebenaran kepadanya.”, jelas Velin
‘tunggu, Velin tadi bilang apa..? “Dia gak ungkapain kebenaran kepadanya” o...jadi yang dimaksud penulis, itu. Kebenaran yang dimaksud adalah perasaan. Tapi, gimana gua bisa ungkapin kebenaran itu ke Ve. Gua gak berani. Gua gak mungkin bilang perasaan gua yang sesungguhnya ke Ve. Tapi, gua harus bilang. Udah lama gua Cuma kagumin Ve dari belakang. Mungkin ini emang saatnya’, gumam Alfa.
“Emh...Velin.”, kata Alfa lirih.
Ve menoleh, “Ia Al..?”
“Gua...gua..,.gua mau ngomong sesuatu.”, kata Alfa gagap
“Ngomong apa Al..?”
“Emh...gua..Gua sebernernya..Ah..!! udahlah gak jadi.”, kata Alfa tiba-tiba. ‘Gua gak bisa. Gua yakin Ve pasti milih Viko daripada Gua.’, gumamnya
“Kok, gak jadi sih.? Kamu mau ngomong apa.?”
“Enggak Ve. Enggak jadi.”
“Huh..!! Ya udah kalu gitu.! Terserah.”, jawab Velin sebal.
“Lho..Ve? kok loe jadi marah si?”
“Ya iyalah. Aku gak suka diginiin Al. Kamu, jadi buat aku ngrasa kayak dipermainin”
“Permainin gimana? Gua gak permainin loe.!!”
“Menurut kamu gitu. Tapi, menurut aku gak.!”
“Ve, gua gak bisa bilang. Loe tahu itu. Gua gak bisa bilang.”
“Napa enggak..?! Cuma tinggal ngomong aja kok.”
“Menurut loe mudah..?!! Menurut loe mudah ngomong kalau gua tu suka sama loe. Kalau gua sayang sama loe. Gua cinta sama loe.!!”, ucap Alfa keceplosan.
Velin menatap Alfa menggoda. Alfa terlihat kik-kuk setelah ia menyadari bahwa ia keceplosan. “Mudahkan ternyata. Kenapa gak bilang dari dulu?”. kata Ve menatap Alfa tersenyum.
“Gua gak berani Ve. Tapi, tenang ja kok. Loe gak perlu bales rasa ini. Gua tahu kalau loe sukanya sama Viko.”
“Apa? Viko?”
“Ia. Viko. Aku lihat kamu terus-terusan berdua sama dia. Semakin akrab. Kayak orang pacaran. Apalagi, pas loe ditarik Viko di ujung kantin, gua yakin kalau loe tu .....”
“Dicium sama Viko.”, potong Ve
“Kok loe tahu..? Guakan gak bilang sama seorang pun. Kecuali, ...atau loe..?”
“He.eh. Aku yang nulis itu. Aku yang buka buku itu. Jadi aku tahu semua deh.”
Alfa terlihat malu mengetahuinya. Ia tak menyangka yang menulis itu adalah orang yang dikaguminya selama ini, Velin. Velin kemudian menatap mata Alfa sejenak, kemudian mulai menjelaskan
“Selama ini kamu salah Alfa. Aku sama Viko gak ada apa-apa. Kita Cuma temen aja. Alasan Viko deket sama aku adalah karena dia minta bantuan aku nyomblangin dia sama temen aku. Reny. Yang dulu aku kenalin sama kamu sama yang laen juga. Dan di pojok kantin itu. Viko gak cium aku. Tapi, ia bisikin aku sesuatu. Trus yang aku bilang manis itu adalah coklat yang dikasih Viko ke aku sebagai imbalan karena aku udah bikin mereka berdua deket.”
“Jadi..? Loe sama Viko gak jadian?”, tanya Alfa
“Enggak.”, jawab Velin menggeleng. Mendengar itu Alfa tertawa, ia tak menyangka selama ini dirinya telah salah menanggapi semuanya.
“Aku suka sama kamu Al”, kata Velin lirih.
“Apa Ve?!!”, tanya Alfa tak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Kata orang Jakarta gini. Gua suka sama loe”
Alfa tertawa lebih keras sekarang. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia tak menyangka bahwa cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Kemudian alfa memeluk Velin erat dengan masih tertawa.
“Woi...!!!!!!”, teriak teman-temannya yang tiba-tiba datang.
“Ciiie...ada yang baru jadian ni..?!! Ihi.!!”, goda Lensi
“Kok tahu si..?”, tanya Alfa bingung
“Ia..ialah. Tahu, telinga orang-orang sini tajem tahu. Hahahaha.”, jawab Resi.
“Huh...enak ya. Dalam sehari ada 2 pasangan yang jadian. Velin sama Alfa, trus Viko sama Reny.”, kata Saska
“Apa..? Viko udah jadian sama Reny..?”, tanya Velin
“Ialah. Ini, gua cinta kok sama dia.”, kata Viko menggandeng tangan Reny.
“Oya..Velin. Slamat lagi ia. Loe udah menang di dance competion ini.”, sambung Viko.
“Apa..?!! Yang beneran.?”
“He.eh.. Beneran. Sumpah.”
“A...aku menang.,!!!”, teriak Velin loncat-locat lalu memeluk Alfa
“Ih...Gua cemburu. Semua pada punya pacar. Na gua..?!!! Gak punya pacar sendiri.”, kata Saska sebal.
“Hahahahahahaha. Derita loe..!!”, jawab semua sama-sama.
THE END
0 comment:
Post a Comment